Oleh: Septian Deny
Sebagian besar orang mungkin enggan menyimpan barang bekas atau
rongsok yang biasanya sudah rusak atau tidak dibutuhkan lagi. Namun bagi
pria kelahiran Banyuwangi 6 Desember 1967, Nurcholis Agi, barang-barang
bekas ini justru membawa berkah.
Awalnya Berdagang Apa Saja
Sebelum
menjadi 'juragan' barang rongsok seperti sekarang, Agi begitu dia biasa
disapa, telah mencoba berbagai macam profesi. Ketika masih duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) sekitar tahun 1986, Agi mulai dagang
minuman. Ketika tamat SMA pada tahun 1987, dia membuka warung kelontong
di pinggir jalan.
Pada tahun 1988 Agi mulai bekerja di apotek,
mulanya sebagai office boy yang kemudian dipindahkan ke bagian gudang.
Pada saat ditempatkan di bagian gudang ini dia mulai belajar meracik
obat. Dan hanya dalam jangka waktu 3 bulan karena sudah mampu meracik
obat Agi pun diangkat menjadi peracik obat.
"Saya belajar hanya
otodidak saja, namun 5 tahun saya merasa sudah mahir, saya kemudian
berhenti," katanya saat berbincang dengan
liputan6.com di Depok, seperti ditulis Selasa (4/6/2013).
Selepas
bekerja di apotek, pada tahun 1993, Agi membuka bengkel motor yang
kemudian berganti menjadi bengkel mobil selama 2 tahun. Setelah itu, dia
terus berganti-ganti profesi seperti menjadi seorang kontraktor,
membuka service tv, rental studio musik, service handphone, menjadi
modifikator motor besar dan berjualan handphone.
Dia juga sempat
berjualan makanan ringan keliling dengan menggunakan motor. Sampai pada
tahun 1998 karena modal yang dimilikinya habis, dia pun banting stir
dengan berjualan stiker dipinggir jalan.
"Saya rasa, sebagian besar barang sudah pernah saya jual. Mungkin memang hobi saya berdagang," ujarnya.
Kebiasaan
Agi bergonta-ganti profesi itu rupanya karena ucapan dari seorang teman
yang mengatakan kepadanya bahwa dalam hidup, manusia itu harus bisa
melakukan apapun dan terus menggali kemampuan diri baik secara ilmu,
keterampilan maupun mental.
Menurutnya, hidup ini jangan hanya
berdasarkan perkataan orang lain, seseorang harus berani mencoba sendiri
dan jangan hanya dari 'kata orang'. Itu konsep hidupnya, harus mencoba
sendiri dan mampu disegala bidang.
"Kalau kita sudah dapat
menggabungkan semuannya, maka kita baru bisa disebut manusia tangguh.
Karena perkataan itu, jadi setiap saya rasa sudah ahli dalam satu
profesi, maka saya tinggal, tidak saya lanjutkan karena semua sudah ada
di otak saya," lanjut ayah lima anak ini.
Dari Pinjam Uang Rp 100 Ribu
Akhirnya,
karena usaha berjualan stiker pun tidak berjalan mulus dan Agi sudah
tidak punya uang, dia pun memberanikan diri untuk meminjam uang sebesar
Rp 100.000 dari seorang teman.
Uang tersebut digunakan untuk
menyewa sebuah kios dan membuka kembali tempat service TV. Dari sinilah,
hobinya mengumpulkan barang bekas dimulai, terutama TV dan onderdilnya.
Seiring
berjalan waktu, perekonomiannya pun mulai membaik. Kemudian dia juga
merambah bidang jual beli onderdil motor bekas, yang ternyata respons
pembelinya cukup bagus.
Melihat banyak orang yang datang kepadanya
menanyakan berbagai macam barang bekas, bukan hanya onderdil motor
saja, Agi pun mulai mengumpulkan dan membeli barang-barang bekas
lainnya.
Mulanya dia berburu barang-barang tersebut dari kampung
ke kampung atau perumahan sekitar. Namun lama kelamaan karena sudah
banyak yang mengenalnya sebagai pengumpul barang bekas, orang-orang pun
mulai datang sendiri ke tempatnya, baik untuk menjual maupun membeli
barang bekas.
"Orang banyak datang ke sini bawa berbagai macam
barang-barang bekas. Itu saya beli semua, apapun, yang penting saya beli
saja dulu, tidak ada yang saya tolak. Saya juga harus berani berhutang,
ya nekat saja pokoknya," jelasnya
Mall Rongsok
Usaha
jual beli barang bekas pun mulai dia tekuni sekitar tahun 2005. Semakin
lama barang-barang bekas yang dia kumpulkan pun semakin banyak, yang
kemudian tempat usahanya tersebut diberi nama 'Mall Rongsok' mulai 3
tahun belakangan ini. Namun dia akui bahwa sebenarnya niat untuk membuat
swalayan barang-barang bekas sendiri telah ada sejak tahun 1998.
"Nama
Mall rongsok sebenarnya sudah lama ada di otak saya, namun yang namanya
mall kan barang harus banyak, makanya saya kumpulkan dulu
barang-barangnya sampai banyak seperti sekarang," katanya.
Untuk
menilai sebuah barang bekas, Agi mengaku hanya mengandalkan
pengetahuannya berdasarkan pekerjaan-pekerjaan yang telah dia lakukan
sebelumnya. Namun dia juga sering mengecek harga terbaru dari barang
tersebut.
Sedangkan mengenai harga barang yang akan dia jual pun,
Agi mengaku tidak memiliki patokan khusus, dia menjual sesuai
keinginannya saja. Agi juga hanya mengandalkan naluri dan pengalamannya
untuk mengetahui bahwa barang yang nantinya laku dijual dengan harga
tinggi.
"Harga mulai dari yang gratis atau enggak perlu membayar
sampai yang paling mahal mungkin sekitar Rp 5 juta seperti panel
listrik. Tapi tergantung mood saya, kalau lagi butuh uang ya saya jual
murah. Dan tergantung tawar menawar dengan pembeli juga," katanya.
Dia
tidak punya kriteria khusus dalam menerima barang bekas, baik yang
masih berfungsi atau tidak, semuanya dia terima asalkan yang menjual mau
dibayar sesuai harga yang dia tawarkan. Nantinya, dia pun menjual
kembali barang tersebut dalam konsidi saat dia terima. Kecuali untuk TV
atau CPU komputer yang biasanya dia reparasi.
"Saya enggak pernah
mikirin ini barang mau laku atau tidak nantinya, beli ya beli saja. Kan
barangnya juga enggak basi. Ada yang sudah 5 tahun masih di sini. Kalau
sudah enggak laku paling dikiloin ke tukang besi," ujarnya.
Omzet
Ketika
awal berbisnis barang bekas ini, Agi hanya ditemani oleh sang istri
yang biasanya mengurus masalah keuangan. Tapi sekarang dia telah
memiliki 11 karyawan yang bertugas untuk reparasi, menyusun dan
membersihkan barang. Omzet yang dia dapatkan pun terbilang besar,
berkisar antara Rp 100 juta-Rp 150 juta per bulan.
Sejak awal,
niatnya mengumpulkan barang bekas sebenarnya kurang mendapatkan dukungan
dari sang istri karena menganggap barang-barang tersebut tidak akan
berguna. Namun lama-kelamaan akhirnya sang istri pun turut membantu
bisnisnya ini.
Di lahan seluas 800 meter persegi yang dijadikan
bangunan seadanya, berbagai macam barang bekas dia pajang. Seperti
onderdil motor dan mobil, lampu, komputer, TV, radio, kipas angin,
lukisan, kain, buku, bangku, dispenser, handphone, kabel, kulkas,
printer, selang dan lain-lain.
Pembeli yang datang ketempatnya pun
datang dari berbagai daerah bahkan ada juga warga negara asing yang
tinggal di Jakarta datang sekedar mencari barang-barang antik yang
sengaja dia simpan khusus karena tahu harga jualnya akan tinggi.
"Mereka
tahu dari koran, mungkin penasaran makanya datang kesini. Seperti
kemarin ada orang Inggris yang datang dan akhirnya membeli lukisan,"
tutur pria yang tinggal di Depok sejak umur 7 tahun ini.
Agi juga
telah memiliki langganan tetap, kebanyakan merupakan production house
(PH) yang membutuhkan barang sebagai properti untuk keperluan syuting
atau restoran yang membutuhkan kursi atau meja makan. Dalam sekali
transaksi, langganan-langganannya tersebut bisa menghabiskan uang hingga
Rp 20 juta.
Sepi Kalau Bulan Puasa
Ketika
memasuki bulan Ramadan atau menjelang lebaran menjadi momen di mana
penjualannya akan menurun drastis. Karena pada saat tersebut kebanyakan
orang lebih memilih membeli barang baru ketimbang barang bekas. Namun
dua atau tiga bulan setelah lebaran, penjualannya berangsur-angsur
kembali normal. Sedang saat ramai, biasanya pada hari Sabtu dan Minggu.
Selama
8 tahun berbisnis jual beli barang bekas, Agi telah merasakan berbagai
macam pengalaman pahit. Dia pernah mengalami kerugian hingga Rp 17 juta
karena salah perhitungan membeli atau menjual barang.
Agi pun
mengaku pernah merasakan mendekam dibalik jeruji besi selama 5 hari
lantaran dirinya dituduh sebagai penadah barang curian. Akibat hal
tersebut, Agi kini lebih berhati-hati dalam membeli barang. Dia juga
lebih mengutamakan orang yang telah dia kenal atau sudah biasa menjual
barang kepadanya.
Kini Agi sendiri telah memiliki 5 tempat
jual-beli barang bekas yang lebih dikhususkan menjual satu jenis barang
saja, seperti baju bekas, onderdil motor dan mobil, kayu dan besi.
"Karena di Mall Rongsok ini sudah enggak muat lagi, makanya saya buka
tempat baru, cuma saya pisah-pisahkan," jelasnya.
Ke depannya, Agi
berharap ada investor yang mau bekerjasama untuk mengembangkan usahanya
tersebut sehingga 'mallnya' ini dapat menjadi tempat belanja sekaligus
untuk 'cuci mata', karena menurutnya sangat jarang ada tempat seperti
miliknya ini. (Igw)
Dari Liputan-6.com